"Manusia adalah pusat peradaban. Perannya teramat strategis bagi wajah peradaban itu sendiri, maupun dalam perkembangan kehidupan dalam arti luas".
MUSTAHIL muncul kebudayaan baru tanpa campur tangan manusia. Sedemikian pentingnya unsur manusia bagi perkembangan alam semesta, maka jika ada sekelompok manusia sudah mulai berpikir dan bereksperimen, tidak lama kemudian pasti muncul karya-karya baru tentang manusia itu sendiri. Karya itu, selanjutnya menjelma jadi bagian dari kebudayaan yang mereka ciptakan.
Di setiap zaman, selalu lahir karya baru lalu menjelma jadi kebudayaan baru. Muncul pemikiran baru, menjelma pula jadi jenis sistem baru. Sistem untuk mengendalikan manusia dengan manusia lain, alam sekitar dan unsur transdental atau penguasa jagad raya. Semua berlangsung seirama nafas zaman. Berubah, bergerak semakin maju. Sampai akhirnya manusia sudah tidak menyadari bahwa mereka sudah kehilangan akar kebudayaannya sendiri.
Akhirnya, muncul kebingungan. Manusia berusaha mencari jati dirinya kembali. Rasa bingung itu melahirkan juga kebiasaan baru dan akhirnya jadi gaya hidup yang baru pula. Di Barat, orang mulai tergila-gila untuk kembali ke alam, sebagai akibat dari sesaknya kehidupan mereka yang dikepung teknologi dan hutan beton. Di Timur, mencari jalan keluar lewat pemahaman ajaran Tao Te Ching (Taoisme), Sri Sathya Sai Baba pewaris ajaran Shirdi di India atau lewat karya Kanjeng Pangeran Haryo Tjakraningrat, kumpulan kitab primbon Adammakna dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sekarang, Daerah Istimewa Yogyakarta.
BENIH yang PRIMITIF
Mereka merasa menemukan katarsis atau pelepasan lewat ajaran-ajaran kuno itu, yang sudah lama dilupakan. Melalui kitab-kitab lama, ternyata kita tidak hanya mampu menertawakan diri sendiri - ternyata sedemikian primitifnya benih kebudayaan manusia itu -, tetapi juga mampu melakukan intropeksi alangkah sedemikian pesatnya kemajuan peradaban manusia, sekarang ini. Sampai sudah tidak menyadari, sesungguhnya kita hanya berangkat dari benih yang sangat primitif dan sungguh sangat terbelakang.
Meski sekarang zaman sudah sedemikian kosmopolitan, namun seluruh ajaran nenek moyang yang dulu ditulis di atas daun lontar, masih terasa sulit untuk dikesampingkan. Sebabnya, ajaran-ajaran itu merupakan akar kebudayaan dari suatu bangsa itu sendiri. Seperti juga prosesi-prosesi ritual magis, yang ternyata masih saja dilakukan di belahan bumi mana pun.
Tentu ada pro dan kontra atas usaha pelestarian budaya itu, di zaman modern. Adalah sangat wajar, jika itu terjadi. Perbedaan memang harus ada dalam bidang apa pun, namun keselarasan harus tetap dijaga. Seperti ditulis Empu Tantular dalam Kitab Sutosoma, bhinneka tunggal ika. Memang berbeda, tapi hakikatnya adalah sama.
BERKEJARAN DENGAN ZAMAN
Pada dasarnya, manusia memang selalu diselubungi tabir misteri. Berbagai penelitian dilakukan, untuk menguak tabir itu. Zaman berganti zaman, urusan misteri manusia terus menerus dibedah dan diurai-urai oelh berbagai disiplin ilmu. Termasuk ilmu kebatinan. Banyak kesimpulan dilahirkan dan banyak pengetahuan baru didapatkan. Di sisi lain, ketika penelitian sedang dilakukan, manusianya sendiri juga sudah mengalami perubahan-perubahan. Kebudayaan baru dibayangi kebudayaan super baru.
Seperti contoh dalam teknologi komputer atau kecanggihan mobil sedan yang selalu baru setiap tahunnya. Sehingga berakibat produksi kemarin dianggap sudah usang, padahal masih memiliki kegunaan. Akhirnya manusia tidak lagi menggeluti zaman, tapi berkejaran dengan zaman, yang terus menerus bergerak dengan sangat cepat.
Karena sibuk berlari-lari dengan perubahan kebudayaan, akhirnya manusia melupakan segala bentuk keselarasan yang harus dijaga. Keselarasan antara teknologi dan alam sekitarnya, antara kehidupan jasmani dan rohani, antara manusia satu dengan manusia lainnya. Selalu muncul silang-sengkarut dan kesalahpahaman. Lalu lahir kebiasaan baru, kebiasaan saling membenci. Seolah-olah manusia mulai lupa, manusia lain juga sama seperti dirinya. Memiliki jantung, paru-paru, otak serta hak asasi untuk mencapai kesetaraan hidup. Contoh terkonkrit adalah pada zaman Nazi-Jerman, ketika Adolf Hitller memberangus kaum Yahudi. Hanya karena pola pikir bahwa ras Aria (Jerman) adalah ras nomor satu, maka yang lainnya harus minggir dulu. Maka tercerai berailah kaum Yahudi.
ASAL MULA JAGAD RAYA
Ketertarikan manusia terhadap misteri, sesungguhnya, tidak hanya soal misteri tentang dirinya sendiri. Tetapi juga misteri lain, seperti soal manusia yang tinggal di luar tata surya, diluar galaksi Bima Sakti kita. Adakah manusia luar angkasa itu ?.
Ketika perhatian sudah teralih, maka mulailah para filsuf modern seperti Stephen Hawking dari Amerika, mencoba menguak tabir misteri planet bumi di luar pemahaman kitab suci. Ia merumuskan teori baru tentang ledakan besar atau big-bang yang jadi titik awal terbentuknya jagad raya ini. Di kitab Suci, seluruh bentuk misteri alam semesta dikembalikan kepada pemahaman dan pengimanan atas unsur ketuhanan.
Teori Stephen itu, belakangan ini, malah mulai dikaji secara intensif oleh berbagai lembaga keilmuan. Baik di Jepang, Rusia atau Amerika sendiri. Mereka berlomba memecahkan teori yang tersohor itu. Kesimpulan sementara yang didapat adalah : terjadinya jagad raya ini diawali sebentuk zat antimateri yang jika saling bersinggungan akan berubah jadi materi. Antimateri bergerak sangat cepat dan pada jarak tertentu saling bersinggungan, lalu terjadi ledakan.
Ia dikendalikan oleh suatu rumus matematis mirip garis lengkung. Setiap kali bersinggungan dengan anti materi yang lain terciptalah materi baru. Semakin lama, semakin banyak pula materi baru yang dilahirkan. Jumlahnya semakin berserakan di angkasa. Suatu ketika, seluruh antimateri itu bertubrukan dan timbul ledakan terdahsyat. Hasil ledakan itu melahirkan susunan tata surya, termasuk Planet Bumi. Begitulah bunyi teori big-bang.
Semua itu menurut Stephen, bermula dari lubang hitam menganga di luar tata surya kita yang dijuluki Black Hole. Sampai sekarang ilmuwan lain masih menyangsikan teori Stephen. Sama seperti Albert Einstein menemukan Teori Relativitas, E = Mc kuadrat, fisikiawan lain mencibir. Mereka baru terhenyak ketika teori itu jadi kenyataan, seiring luluh-lantahnya Kota Nagasaki-Hiroshima di Jepang oleh Bom Atom Amerika. Bom itu tercipta lewat penerapan teori Einstein. Einstein pribadi sangat menyesalinya, kenapa teorinya dipakai sebagai dasar eksperimen untuk alat pemusnah manusia. Hanya berdasarkan dorongan rasa benci dan ketidaksepahaman. "Saya seperti membuka botol Jin", ungkapnya.