Selasa, 30 November 2010

SATRIO PININGIT TERNYATA BUKAN MANUSIA

"sebuah negara, sesungguhnya hanya dikuasai oleh segolongan orang saja"
Ki Ageng Suryomentaraman

INDONESIA dan negara mana pun di dunia ini, sesungguhnya cuma dikuasai segolongan orang. Tidak oleh seluruh rakyatnya. Pada saat berkuasa, mereka menetrapkan berbagai jenis keputusan untuk mengatur seluruh rakyat. Secara evolusif, keputusan yang dibuat harus ditegakkan sedemikian rupa menggunakan beragam cara, agar dipatuhi. Keputusan perseorangan atau segolongan orang saja itu, akhirnya membayangi sistem politik kenegaraan yang sudah diundangkan sebelumnya. Jauh hari sebelum orang itu berkuasa.

Pada awalnya, orang yang sedang berkuasa, cuma sekadar membuat peraturan untuk melegitimasi dirinya sendiri sebagai penguasa baru. Namun pada akhirnya, sistem yang terdahulu dibuatkan selubung agar semakin tidak kelihatan. Agar tidak tiba-tiba muncul lagi selama masa pemerintahannya berlangsung. Karena tidak ada reaksi dari masyarakat secara keseluruhan, maka sistem tersebut lama kelamaan terkubur. Akhirnya dibuatkan batu nisan, ditaburi bunga-bungaan. Tinggallah kenangan.

Maka, lestarilah sistem baru ciptaannya. Melelapkan rakyat dalam impian berkepanjangan. Tiga puluh dua tahun lamanya, seolah tidak teruntuhkan.

SATRIO PININGIT
Namun tanpa terduga sebelumnya, tiba-tiba muncul barisan satrio piningit. Berbaris, berlari, berbondong-bondong turun ke jalan. Menduduki gedung wakil rakyat Jakarta, lalu mengibarkan bendera reformasi. Meruntuhkan rezim yang seolah mustahil diruntuhkan itu tadi. Satrio piningit yang sensasional itu bernama mahasiswa. Mereka berasal dari UGM, ITB, UI dan universitas lainnya di negeri ini. Merekalah sebetulnya satrio piningit, yang katanya diramalkan dalam jangka Jayabaya, berwujud manusia itu.

Keterlibatan golongan terpelajar dalam sejarah Indonesia modern, memang tidak bisa dilepas begitu saja. Mereka adalah golongan yang paling menyadari negara ini diatur melalui perundang-undangan bukan lewat sekelompok golongan. Apalagi perorangan.

Ketika perundang-undangan sudah dikesampingkan, maka kaum terpelajar merasa perlu turun ke jalan. Hal tersebut, tidak hanya terjadi di negeri ini. Tapi di negara mana pun di dunia ini. Seperti di Cina zaman Deng, Malaysia, juga yang lainnya. Mereka selalu mewakili aspirasi masyarakat. Dari rakyat harus kembali ke rakyat. Tidak bisa dieufemismekan jadi kedaulatan pejabat, yang berpura-pura merakyat. Mereka meminta kembali payung demokrasi milik rakyat.

SISTEM POLITIK
Sesungguhnya, sistem tergolong benda keramat. Tidak hanya sistem ekonomi atau politik saja yang mengandung kekeramatan. Tapi seluruh sistem adalah benda keramat. Termasuk sistem komputer. Sehingga sebelum ditrapkan harus dipilih secara seksama dan setelah itu dilestarikan sebaik-baiknya. Memang selama ini hanya sistem ekonomi-politik saja yang mashur di masyarakat. Sistem lain seperti sistem satrio piningit, misalnya, belum ada yang tahu. Namanya saja sudah pakai piningit yang artinya tersembunyi, ya jelas belum ada yang tahu.
Selama ini, sebagian besar orang cuma mengerti satrio piningit itu adalah sosok manusia yang ditunggu-tunggu jadi presiden RI ke-4. Bukan sebuah sistem baru. Ada juga yang ngotot berpendapat, satrio piningit adalah sosok pemimpin yang sudah diramalkan oleh Prabu Jayabaya, Raja di Daha, Kediri-Jatim. Lalu diklaim juga, tafsir dari Ronggowarsito dari Surakarta yang menerjemahkan ramalan Jayabaya tadi. Pokoknya pembicaraan soal satrio piningit selama rezim Habibie yang kemarin itu, sedemikian riuh-rendahnya. Padahal satrio piningit bukanlah ramalan kedua tokoh supranatural yang tersohor itu. Melainkan cuma hasil sarasehan beberapa paranormal di Surakarta tahun 1948. Jadi bukan ramalan Jayabaya atau Ronggowarsito.

Sebelum ngobrol-ngobrol ringan itu dimulai, jauh hari sebelumnya mereka sudah tahu persis bahwa presiden pertama RI adalah Soekarno, yang sering keluar masuk penjara semasa mahasiswa. Karena itu Soekarno dijuluki sebagai satrio kinunjoro. Lalu diramalkan oleh mereka, setelah Soekarno muncul satrio mukti wibowo yakni Soeharto. Lalu satrio jinumput atau presiden asal comot, yaitu Habibie. Nah yang ke-empat ternyata bernama Gus Dur, jika diurutkan sesuai ramalan mereka maka ia dijuluki satrio piningit. Apa betul, Gus Dur itu satrio piningit ?.

AMANDEMEN UUD'45
Gus Dur bukan satrio piningit, karena sesungguhnya keempat metafora yang dirangkai oleh sekelompok paranormal itu, tidak harus diartikan secara harfiah bahwa mereka manusia. Karena itu, merenungi seluruh fenomena pasca lengsernya Habibie sebelum SU MPR 1999 lalu, dan kemudian melahirkan sistem bernegara yang baru atau diamandemennya UUD' 45 oleh MPR RI maka wujud satrio piningit yang sesungguhnya adalah, sistem. Bukan sosok manusia.

Sistem baru yang demokratis dan bernafaskan kerakyatan. Sistem ini mewakili aspirasi rakyat yang selama ini disembunyikan rapat-rapat dalam selubung gerakan represif, fasis dan ketidak-pastian hukum. Sistem baru inilah yang berhasil mengajarkan kepada kita demokrasi Pancasila yang sesungguhnya dan semurni-murninya. Dalam arti, suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi rakyat adalah penguasa negeri ini, sedang pemerintah hanyalah filter dari seluruh keinginan rakyat yang memiliki keaneka-ragaman pendapat.

Memang, satrio piningit yang hakiki, sebetulnya hanya untaian kata-kata bersayap. Namun perwujudan yang sesungguhnya adalah sistem ekonomi-politik dan hukum di negara ini. Sebelum Gus Dur di tampuk kekuasaan, sistem ekonomi-politik kita memang sudah sakit parah. Sehingga diperlukan operasi besar, tidak cukup sekadar obat jalan. Ibarat komputer yang hang dan membutuhkan instal ulang, bukan programer baru. Progamernya diganti berkali-kali pun selama komputernya masih hang ya tetap saja hang. "Kalau di arena sepakbola, yang namanya hang berarti ada seorang pemain mengelus-elus bola padahal bukan penjaga gawang. Apa hubungannya .....?!".

PERANG URAT SYARAF
Ditrapkannya sistem baru di negara ini, tentu saja akan menimbulkan berbagai revolusi. Sepertu revolusi ekonomi, yang akan mengambil kembali milik negara yang sudah sejak lama diserobot konglomerat. Meski sekarang sedang gencar-gencarnya permohonan pengampunan utang dari pihak swasta, tetap saja revolusi di bidang usaha ini akan tetap berlangsung dengan lancar.
Juga mulai terjadi revolusi kebudayaan, dalam arti, mulai terjadi pembersihan pejabat pemerintah bermental korup dari sektor mana pun. Sedangkan revolusi politik, mengubah konsep pertahanan nasional kita dari menumpuk senjata dan berperang berubah jadi merangkul lawan menjadi kawan.

Negara ini memang harus segera kembali ke formatnya. Melalui berbagai pengubahan sistem yang sudah terlanjur jadi monumen batu sejak 32 tahun yang lalu. Tidak akan ada lagi dipakai jargon-jargon eufemistik untuk menutupi kebobrokan pemerintah. Agaknya Gus Dur sangat percaya diri, membangun sistem baru ini. Hasilnya tentu saja, tidak dapat dinikmati dalam waktu dekat ini.




Kembali                  Selanjutnya